Penelitian Cuci Negeri Soya

Penelitian Cuci Negeri Soya
Neniari satu darah par samua

Jumat, 28 Januari 2011

Artikel

Pilkada Kota Ambon dan Politik Pencitraan.



Gerece Lee Mayer Ectas Latul: Penulis Adalah Mahasiswa Pasca Sarjana Studi Agama dan Budaya UKIM.

Kembali mencuat Pilkada Kota Ambon yang tinggal beberapa bulan lagi. Membuat para politisi lokal Maluku yang ingin memeriahkan pesta rakyat ini sibuk melakukan ritme-ritme konsilidasi politik. Terkadang malam dijadikan siang, dan siang tetap siang, maknanya (konsolidasi sampai lupa waktu). Bekerja mencari dukungan partai politik dan dukungan masyarakat terhadap eksistensi para calon dalam membangun kota Ambon 5 tahun kedepan.
          Dinamika politik ini merupakan dinamika yang terjadi lima tahun sekali, tidak menutup kemungkinan bila setiap calon walikota dan wakil walikota telah mempersiapkan segala material dan bahkan materi untuk menduduki kursi nomor satu di ibukota provinsi maluku ini.
Sebagai rakyat kota Ambon yang memahami nilai-nilai serta perwujudan dari sistem demokrasi dinegara ini hanya tinggal menunggu pesta demokrasi tersebut. Siapa yang akan menjadi walikota dan wakil walikota Ambon, dialah calon yang dipilih oleh rakyat.
          Jika dari beberapa calon yang namanya mulai di publikasikan pada rakyat lewat, poster, baileheo, spanduk, dan stiker di tiap sudut kota Ambon, bahkan pada media-media lokal menyangkut kinerja dan priadi calon walikota Ambon yang akan diusung oleh partai politik telah sekian lama dilakukan, dan bahkan tak kalah juga para calon independent yang turut mengambil bagian untuk memenuhi kolom-kolom media local kita. Timbul pertanyaan, rakyat Kota Ambon membutuhkan calon Walikota dan wakil walikota seperti apa..???
          Jawaban atas pertanyaan tersebut, sekarang terus dipikirkan oleh tiap calon dan bahkan bahkan tim Pemenang dari setiap calon dalam menyiapkan visi misi untuk membangun kota Ambon lima tahun kedepan.
          Menurut Peter Senge visi adalah “Apa”  yaitu gambaran masa depan yang ingin kita ciptakan. Sedangkan misi adalah “Mengapa”, Jawaban terhadap pertanyaan. Dalam artian bahwa Peter Senge  bersama yang menunjukan pada direction (arah) high purpose, atau mungkin juga  common goal (sasaran bersama) yang ingin dicapai. Sementara misi lebih menunjukan pada dimensi tugas, tanggung jawab, panggilan, dan pekerjaan yang harus dilakukan dalam proses menuju “Visi”. membedakan visi sebagai tujuan
          Terkait dengan Visi Misi yang dijelaskan diatas menjadikan saya berpikir untuk melihat fenomena politik  menyongsong Pilkada kota ambon dalam kerangka pikir pada “politik pencitraan.”
          Nilai Pencitraan sendiri dalam politik praktis menujukan pada sebuah kegiatan seseorang yang ingin di tampilkan/dipublikasikan kepada orang banyak sebagai wujud kepeduliaannya kepada dunia sosial. Kadang pencintraan sendiri di lakukan pada saat-saat Pemilukada, atau penentuan anggota legislatif. Hal ini bagi saya merupakan sesuatu yang kurang baik ketimbang kita memakai nilai jual pribadi kita pada saat-saat tertentu. Bahkan ketika belum ada moment semua orang berlomba-lomba untuk menyembunyikan citra dirinya (Pencitraan Jabatan) kepada masyarakat, agar masyarakat tidak mengunjunginya karena. Pejabat identik dengan uang yang banyak, sehingga rakyat ingin bertemu dianggap rakyat datang meminta uang.”
          Pencitraan dalam politik sebenarnya dibenarkan ketika kita sungguh-sungguh membawa tugas kita kepada orang banyak lewat visi-misi yang telah disiapkan dan akan dijalankan.
          Kadang pencitraan lain dalam bentuk memberikan uang pesangon, sembako, dan makanan-makanan ringin untuk mengambil hati rakyat dalam menghadapi tujuan pribadinya, menjadi prioritas para calon walikota dan wakil walikota sekarang ini. Kadang rakyat di uji soal  kapabalitas dan intelektualitas calon yang sungguh-sungguh ingin mewujudkan ambon yang lebih baik lagi.
          Pertarungan para elit politik ini merupakan salah satu pembelajaran politik bagi rakyat karena memang mereka sangat memahami peranan mereka selaku pemimpin yang diidolakan oleh seluruh rakyat.
          Sebagai para pemimpin yang telah professional harus mempunyai nilai yang sangat khas, yaitu tidak ambisi kekuasaan dan tidak haus kuasa. Salah satu ciri seorang pemimpin yang professional yaitu memiliki kewibawaan  yang diapresiasikan dalam kehidupan bermasyarakat. Ia dipercayakan memegang jabatan atau kepemimpinan karena wibawah, maka ia tidak haus kekuasaan. Tidak gila kekuasaan, tidak gila hormat, dan ia tidak takut kalau ia tidak diberi kekuasaan, dan jika  Ia di beri kekuasaan maka Ia menerimanya sebagai kepercayaan dan ia akan menjalankannya dengan penuh kesetiaan dan bertanggung jawab. Ia juga tidak takut kehilangan kekuasaan atau jabatan. Jabatannya akan dipandang sebagai sesuatu yang wajar maka kalau Ia harus turun melepaskan kedudukannya dengan sukarela dan penuh sukacita.
          Terkait dengan pemimpin yang professional, maka Kong Hu Chu pernah mengatakan bahwa “Seorang pemimpin yang baik tahu kapan ia akan berkuasa dan kapan harus mundur dari kekuasaannya.” Kong Hu Chu juga mengingatkan kita semua bahwa prinsip seorang pemimpin yang professional ialah Ia tidak pernah sombong karena kekuasaan atau jabatan. Kekuasaan dan jabatan adalah kepercayaan, suatu amanat yang dilaksanakan dengan penuh syukur dan tanggung jawab.
          Bagi saya dalam politik pencitraan, etika, moral dan karakter seorang pemimpin merupakan hal yang sangat penting. Hal yang saya sebutkan diatas tidak terkait dengan penguasaan intelektual dan ketrampilan tetapi identik dengan kepribadian seorang pemimpin. Pemimpin yang baik  adalah pemimpin yang memiliki kepribadian yang kuat, memiliki hati nurani yang bersih, taat dan setia serta rela berkorban bagi orang yang dipimpinnya. Sebab kepribadian seorang pemimpin sangat menentukan pelaksanaan  tugasnya, (baca etika dan karakter seorang pemimpin: Dr. Roberth. P Borong.) karena rakyat pada umumnya hanya mencermati kepribadian pemimpin yang baiklah yang pantas menjadi walikota Ambon dan wakil walikota Ambon lima tahun kedepan.
          Jadi rakyat kota ambon yang memiliki hak pilih, harus benar-benar menentukan pilihannya pada orang yang tepat, orang yang dekat dengan rakyat, orang yang memiliki kepribadian dan kewibawaan selaku pemimpin dan terkhusus orang yang dapat bertanggung jawab melaksanakan pembangungan Kota Ambon demi kesejahteraan kita semua.
          Bagi setiap calon walikota dan wakil walikota, pencitraan itu perlu tetapi harus di dasari pada hakekat pribadi yang mampu bertanggung jawab dalam mewujudkan pencitraan itu ketika menduduki jabatan penting di kota ini. Dan lakukanlah proses pembelajaran politik yang benar bagi rakyat agar rakyat mampu memberi nilai bagi proses politik lokal di kota ini.     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar